MAKALAH
USHUL FIQH
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Nama: Yusmidar Ritonga
M.K: USHUL FIQH
JUR: M.P.I (1)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS
IAIN SUMATRA UTARA MEDAN
T.A
2012/2013.
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warohmatullahi
wabarrokatu...
Alhamdulillah kita
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan serta keringanan
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini, dan shalawat beriring
salam kita ucapkan kepada RASULULLAH SAW.dan keluarganya para sahabat serta
semua umatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah USHUL FIQH. Semoga makalah ini bisa memberikan makna
dan manfaat untuk kita semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan karna kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT Semata. Untuk itu Penulis membutuhkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari dosen dan dari saudara-saudara sekalian.
Yang menurut penulis sangat berarti untuk kesempurnaan makalah ini dan semoga
makalah ini dapat menjadi pembelajaran untuk kita semua. Amin ya robbal alamin.
Akhir kata Penulis mengucapkan
terimakasih banyak kepada dosen pembingbing yang telah membantu untuk
menyelesaikan makalah ini dan senantiasa Allah meridhoi segala dari usaha kita.
Aminn....
DAFTAR
ISI
DAFTAR
ISI.........................................................................................................i
KATA
PENGANTAR..........................................................................................ii
BAB
I
PENDAHULUAN................................................................................................1.
RUMUSAN
MASALAH
TUJUAN
A.PENGERTIAN
MAQASHID SYARIAH (Teori Maslahah )......................1.
BAB
II
PEMBAHASAN............................................................................2.
A.
Pengertian
Maqossyid Syari’ah................................................................2.
B.
MUQASHID
AL-SYARI’AH
DALAM PANDANGAN AL- SYATIBI...................................................2.
C.
PEMBAGIAN
MAQASHID al-SYARI’AH............................................5.
D.
CONTOH
MAQOSSYID SYARI’AH.......................................................6.
E.
KANDUNGAN
MAQASSYID AL-Syariah.............................................8.
BAB
III
PENUTUP......................................................................................................9.
A.Keaimpulan................................................................................................9.
B.Kritik
&
saran............................................................................................9.
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................iii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.PENGERTIAN MAQASHID
SYARIAH (Teori Maslahah )
PENDAHULUAN
Islam adalah ajaran yang sumbernya dari
Tuhan, shalih likulli zaman wa makan, karena memang sifat dan tabiat ajaran
Islam yang relevan dan realistis sepanjang sejarah peradaban dunia, kebenaran
Islam sebagai sebuah aturan universal yang bisa dipakai kapan saja, dimana
saja, dan dalam kondisi apa saja mulai dibukanya lembaran awal kehidupan,
sampai pada episode akhir dari perjalanan panjang kehidupan ini.
Semua hukum, baik yang berbentuk perintah maupun
yang berbentuk larangan, yang terkandung dalam teks-teks syariat bukanlah
sesuatu yang hampa tak bermakna. Akan tetapi semua itu mempunyai maksud dan
tujuan, dimana Allah menyampaikan perintah dan larangan tertentu atas maksud
dan tujuan tersebut. Oleh para ulama hal tersebut mereka istilahkan dengan Maqashid
al-syariah.
RUMUSAN
MASALAH
I.
PENGERTIAN MAQASSYID AL SYARIA’AH
II.
MUQASHID AL-SYARI’AH DALAM PANDANGAN AL-
SYATIBI
III.
PEMBAGIAN MAQASHID al-SYARI’AH
IV.
TUJUAN.
Mungkin bila kita berbicara tentang Maqashid
Syariah, secara otomatis pikiran kita akan tertuju kepada seorang al-Syatibi.
Yang di anggap sebagai peletak dasar konsep Maqashid Syariah. Namun sebenarnya
banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama, salahsatu yang di anggap sebagai orang pertama yang
berbicara tentang Maqashid ialah Abu Abdillah Muhammad bin ali yang popular
dengan panggilan al-Turmudzi al- Hakim,Meskipun demikian dalam makalah ini
tidak begitu mempersoalkan pada permasalahan tersebut dan lebih menitik
beratkan pada urgensi dari Maqashid syariah itu sendiri
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat
baik dunia maupun akherat kelak dan dapat di gunakan sebagaimana mestinya.Dengan
tujuan kita mengetahaui ketetapa hukum yang terdapat pada alQur’an as-sunnah
serta kasus-kasus pada saat ini untuk dibahas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Maqashid Al-Syari’ah
Maqashid Al-Syari’ah
Secara etimologi(bahasa) adalah
المعانى التى شرعت لها الاحكام“suatu
kandungan nilai yang menjadi tujuan pemberlakuan suatu hukum”.
B.MUQASHID
AL-SYARI’AH DALAM PANDANGAN AL- SYATIBI.
1. Pengertian dasar Maqashid AL-Syari’ah.
Islam sebagai agama
samawi, memiliki kitab suci, al-Qur’an sebagai sumber utama, al-Qur’an
mengandung berbagai ajaran. Dikalangan ulama ada yang membagi kandungan
al-Qur’an kepada 3 kelompok besar yaitu:aqidah, khuluqiyyah, dan
amalia.(Aqidah) berkaitan dengan dasar-dasar keimanan.(Khuluqiyyah) berkaitan
dengan etika dan ahklaq.(Amalia) berkaitan dengan apek-aspek hukum yang muncul
dari aqwal(ungkapan-ungkapan), dan af’al(atau perbuatan-perbuatan manusia). [1]
Sebagai sumber ajaran
al’quran tidak memuat pengaturan-pengaturan yang terperinci tentang ibadah dan
muamallah. Dari 6360 ayat, al’quran hanya terdapat 368 ayat yang berkaitan
dengan aspek-aspek hukum. [2]
Secara (lughawi) bahasa
maqashid al syari’ah terdiri dari 2 kata yaitu maqashid dan syaria’ah,maqoshid
adalah bentuk jama’ dari maqoshid yang berarti kesengajaan atau tujuan. Syariah
secara bahasa berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini
dapat di katakan sebagai jalan ke arah sumber pokok kehidupan. [3]
Sebelun kita melangkah
kepada pengertian istilah maqoshid al syariah, terlebih dahulu kita jelaskan
pengertian istilah syariah secara terpisah.dalam literatur hukum islam dapat
ditemukan pendapat-pendapat ulama tentang syariah ini.
Dalam periode-periode
awal, syariah merupakan al-nusus al-muqoddasah dari al-qur’an dan al-sunnah
yang mutawatir yang sama sekali belum dicampuri oleh pemikiran manusia. Dalam
wujud seperti ini syariah disebut al-tariqah al- mustaqimah. Muatan syariah
dalam arti ini mencakup akidah, ‘amaliyah, dan khuluqiyyah. Inilah yang
dimaksudkan oleh firman Tuhan antara lain al-Jasiyah ayat 18 yang
berbunyi:”Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)
dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu.
Apabila kita teliti
arti syariah secara bahasa di atas dapat kita katakan bahwa terdapat
keterkaitan kandungan makna antara syariah dan air dalam arti ketekaitan antara
cara dan tujuan. Sesuatu yang hendak di tuju tentu merupakan sesuatu yang amat
penting. Syariah adalah cara atau jalan.
Air adalah suatu yang hendak dituju.
Pengaitan syariat dengan air dalam arti bahasa ini tampaknya dimaksudkan untuk
memberikan penekanan pentingnya syariat dalam memperoleh sesuatu yang penting
yang di simbolkan dengan air. Penyimbolan ini cukup tepat karena air merupakan
unsur yang terpenting dalam kehidupan. . Jadi, dari defenisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan maqashid al-syari`ah adalah tujuan
segala ketentuan Allah yang disyariatkan kepada umat manusia.
Istilah maqashid al-syari`ah dipopulerkan
oleh Abu Ishak Asy-Syatibi yang tertuang dalam karyanya Muwaffaqat sebagaimana
dalam ungkapannya adalah :
هذه الشريعة وضعت لتحقيق
مقاصده الشارع قيام مصالح في الدين والدنيامعا
“Sesungguhnya
syariat itu diturunkan untuk merealisasikan maksud Allah dalam mewujudkan
kemashlahatan diniyah dan duniawiyah secara bersama-sama”.
2.Argumentasi
atau Dasar Hokum dari Maqashid al-Syari`ah
Di dalam al-Quran salah
satu ayat yang menyatakan bahwa hukum Islam itu diturunkan mempunyai tujuan
kemaslahatan bagi manusia.
“
Sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menerangkan.
Dengan kitab itulah Allah memimpin orang-orang yang mengikuti keridhoan-Nya ke
jalan keselamatan dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan dari kegelapan
kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinnya dan memimpin mereka ke
jalan yang lurus. (Q.S. Al-Maidah : 15-16) .
Para ulama fikih dan
ushul fikih sepakat bahwa hukum diturunkan untuk kemaslahatan manusia di dunia
maupun akhirat. Namun para ulama kalam dalam menanggapi masalah menta`lilkan
hukum dengan maslahah – walaupun mereka mangakui bahwa hukum Islam mengandung
maslahat – mempunyai tiga pendapat :
A.Pendapat pertama :
Bahwa hukum syara`
tidak boleh dita`lilkan dengan maslahah. Jelasnya mungkin Allah mensyariatkan
hukum yang tidak mengandung maslahah. Demikianlah pendapat golongan Asy`ariah
dan Zahiriah, walaupun mereka mengakui segala hukum syara` disyariatkan untuk
kemaslahatan manusia itu.
B.Pendapat kedua :
Maslahah itu dapat
dijadikan illat sebagai hukum suatu tanda saja bagi hukum, bukan sebagai suatu
penggerak yang menggerakkan Allah menetapkan suatu hukum itu. Demikianlah
pendapat sebagian ulama Syafi`iyah dan Hambaliyah.
C.Pendapat ketiga :
Segala hukum Allah
dita`lilkan dengan masalah karena Allah telah berjanji sedemikian dan karena
Allah Tuhan yang senantiasa mencurahkan Rahmat atas hambanya, menolak daripada
mereka kesempitan dan kebinasaan. Pendapat ketiga ini adalah pendapat golongan
Mu`tazilah, Maturidiah, sebagian ulama Hambaliah dan semua ulama Malikiah.
Sesungguhnya perbedaan
faham ini hanyalah pada teori saja, tapi dalam praktek semua mereka sepakat
menetapkan bahwasanya segala hukum syara` adalah wadah kemaslahatan yang hakiki
dan tidak ada suatu hukum yang tidak mengandung kemaslahatan.
C.PEMBAGIAN
MAQASHID al-SYARI’AH.Pembagian Maqâshid
al-Syarî’ah
Maqâshid al-syarî’ah memiliki
kategori dan peringkat yang tidak sama.
Al-Syâthibiy membagi maqâshid ke dalam tiga
kategori, yakni dlarûriyyah, hâjiyyah, dan tahsîniyyah.
Pengkategorian maqâshid
tersebut didasarkan pada seberapa besar peran dan fungsi suatu mashlahah bagi
kehidupan makhluk. Jika suatu bentuk mashlahah memiliki fungsi yang sangat
besar bagi makhluk, yang mana jika bentuk mashlahah tersebut tidak terpenuhi
maka kemaslahatan makhluk di dunia tidak dapat berjalan stabil (lam tajri
mashâlih al-dunyâ ’alâ istiqâmah) atau terjadi ketimpangan dan ketidakadilan
yang mengakibatkan ambruknya tatanan sosial (ikhtilâl al-nidhâm fî al-ummah)
dan kemaslahatan di akhirat –yakni keselamatan dari siksa neraka– tidak
tercapai, maka tujuan tersebut masuk dalam kategori maqâshid dlarûriyyah.
1.
Maqashid al-Dharuriyyat
Maqashid al-Dharuriyyat
adalah sesuatu yang harus ada demi keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia
(primer), bila hal ini tidak terpenuhi maka akan berakibat kelabilan bagi
kehidupan seorang manusia. Maqashid al-Dharuriyyat meliputi kelima indikator
pokok (hizhfu al-din, hizhfu al-nafs, hizhfu al-nusl, hizhfu al-maal, hizhfu
al-aqli ) sebagai syarat terciptanya kemaslahatan hidup dan kehidupan seseorang
manusia. Model operasional Maqashid al-Dharuriyyat diaplikasikan ke dalam
kehidupan manusia secara tertib sesuai dengan stratafikasi urutannya.
Terdapat dua metode
guna menjaga keberlangsungan Maqashid al-Dharuriyyat, yaitu: (1) Perspektif
adanya (min naniyyati al-wujud), yaitu dengan cara menjaga serta memelihara
berbagai hal guna dapat melestarikan keberadaanya. (2) Perspektif tidak adanya
(min naniyyati al-adam), yaitu dengan cara mencegah berbagai hal yang
menyebabkan ketiadaannya.
2.Maqashid
al-Hajiyyat
Maqashid al-Hajiyyat
adalah upaya-upaya lanjutan dari Maqashid al-Dharuriyyat dengan menjadikannya
lebih baik lagi (sekunder), intinya adalah guna menghilangkan kesulitan pasca
terpenuhinya Maqashid al-Dharuriyyat. Ketiadaan Maqashid al-Hajiyyat tidak akan
mengancam eksistensi lima indikator pokok Maqashid al-Syari’ah, namun saja akan
berpotensi menimbulkan kesukaran dan kerepotan di dalam kehidupan manusia.
Dalam hal ini dapat mengangkat term rukhshah, contohnya adalah menjamak dan
mengqashar shalat bagi musafir.
3.Maqashid
al-Tahsiniyyat
Maqashid al-Tahsiniyyat
bertujuan demi kesempurnaan pemeliharaan lima unsur pokok Maqashid al-Syari’ah.
Manifestasinya adalah berupa kebutuhan penunjang peningkatan martabat seseorang
sesuai dengan derajatnya baik dalam kehidupan masyarakat maupun di hadapan
Allah SWT. ari’ah Menur ut Imam Al-Syathibi.
D.CONTOH
MAQOSHID
Maqâshid dlarûriyyah meliputi pemeliharaan
terhadap agama (dîn), jiwa (nafs), akal
(’aql), keturunan (nasab), dan harta (mâl).
Ø Memelihara
Agama (hifzh al-din)
Memelihara agama,
berdasarkan kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat :
v Memelihara
agama dalam tingkat dharuriyah yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban
keagamaan yang masuk dalam peringkat primer, seperti melaksanakan shalat lima
waktu. Kalau shalat itu diabaikan, maka akan terancamlah eksistensi agama;
v Memelihara agama dalam peringkat hajiyah yaitu
melaksanakan ketentuan agama, dengan maksud menghidari kesulitan, seperti
shalat jama dan qasar bagi orang yang sedang bepergian. Kalau ketentuan ini
tidak dilaksanakan maka tidak mengancam eksistensi agama, melainkan hanya kita
mempersulit bagi orang yang melakukannya.
v Memelihara
agama dalam tingkat tahsiniyah yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung
martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban kepada Tuhan,
misalnya membersihkan badan, pakaian dan tempat .
Ø Memelihara
jiwa (hifzh an-nafs)
Memihara jiwa
berdasarkan tingkat kepentingannya dibedakan menjadi tiga peringkat
v Memelihara
jiwa dalam tingkat dharuriyah seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan
untuk mempertahankan hidup.
v Memelihara jiwa dalam tingkat hajiyat, seperti
dibolehkannya berburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal,
kalau ini diabaikan maka tidak mengancam eksistensi kehidupan manusia,
melainkan hanya mempersulit hidupnya.
v Memelihara
jiwa dalam tingkat tahsiniyat seperti ditetapkan tata cara makan dan minum .
Ø Memelihara
akal, (hifzh al-`aql)
Memelihara akal dari
segi kepentingannya dibedakan menjadi 3 tingkat :
v Memelihara
akaldalam tingkat dharuriyah seperti diharamkan meminum minuman keras karena
berakibat terancamnya eksistensi akal.
v Memelihara akal dalam tingkat hajiyat, seperti
dianjurkan menuntut ilmu pengetahuan.
v Memelihara
akal dalam tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari menghayal dan
mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah.
Ø Memelihara
keturunan (hifzh an-nasb)
Memelihara keturunan
dari segi tingkat kebutuhannya dibedakan menjadi tiga
v Memelihara
keturunan dalam tingkat dharuriyah seperti disyariatkan nikah dan dilarang
berzina.
v Memelihara
keturunan dalam tingkat hajiyat, seperti ditetapkannya ketentuan menyebutkan
mahar pada waktu akad nikah.
v Memelihara
keturunan dalam tingkat tahsiniyat seperti disyaratkannya khitbah dan walimah
dalam perkawinan.
Ø Memelihara
harta. (hifzh al-mal)
Memelihara harta dapat
dibedakan menjadi 3 tingkat :
v Memelihara
harta dalam tingkat dharuriyah seperti syariat tentang tata cara pemilikan
harta dan larangan mengambil harta orang dengan cara yang tidak sah.
v Memelihara
harta dalam tingkat hajiyat, seperti syariat tentang jual beli tentang jual
beli salam.
v Memelihara
harta dalam tingkat tahsiniyat seperti ketentuan menghindarkan diri dari
pengecohan atau penipuan.
D.Kandungan
Maqashid Syariah
4.Peranan Maqashid
al-Syari`ah Dalam Pengembangan Hukum saat ini
Pengetahuan tentang
maqashid al-syari`ah seperti yang ditegaskan Abdul Wahab al-Khallaf adalah
berperan sebagai alat Bantu untuk memahami redaksi al-qur`an dan sunnah,
menyelesaikan dalil- dalil yang bertentangan, dan yang sangat penting lagi
adalah untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalam
al-qur`an dan sunnah secara kajian kebahasaan .
Metode istinbat seperti
qiyas, istihsan, dan maslahah al-mursalah adalah metode-metode pengembangan
hukum Islam yang didasarkan atas maqashid al- syariah . qiyas misalnya baru
bisa dilaksanakan bila mana dapat
ditemukan maqashid al-syari`ahnya yang merupakan alasan logis dari suatu hukum.
Sebagai contoh kasus diharamkannya khamar dari hasil penelitian ulama ditemukan
bahwa maqashid al-syari`ah diharamkannya khamar adalah karena sifa memabukkannya
yang merusak akal. Dengan demikian yang menjadi alasan logis dari diharamkannya
khamar adalah sifat memabukkannya, sedangkan khamar itu sendiri adalah salah
satu contoh dari yang memabukkan.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Maqassyid adalah suatu kandungan nilai
yang menjadi tujuan pemberlakuan suatu hukum”.yang dimaksud dengan maqashid
al-syari`ah adalah tujuan segala ketentuan Allah yang disyariatkan kepada umat
manusia.
Al-Syâthibiy membagi maqâshid ke dalam
tiga kategori, yakni dlarûriyyah, hâjiyyah, dan tahsîniyyah.
v Maqâshid
dlarûriyyah meliputi pemeliharaan terhadap agama (dîn), jiwa (nafs), akal
(’aql), keturunan (nasab), dan harta (mâl). Maqashid al-Dharuriyyat adalah
sesuatu yang harus ada demi keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia
(primer), bila hal ini tidak terpenuhi maka akan berakibat kelabilan bagi
kehidupan seorang manusia. Maqashid al-Dharuriyyat meliputi kelima indikator
pokok (hizhfu al-din, hizhfu al-nafs, hizhfu al-nusl, hizhfu al-maal, hizhfu
al-aqli )
v Maqashid
al-Hajiyyat adalah upaya-upaya lanjutan dari Maqashid al-Dharuriyyat dengan
menjadikannya lebih baik lagi (sekunder), intinya adalah guna menghilangkan
kesulitan pasca terpenuhinya Maqashid al-Dharuriyyat.
v Maqashid
al-Tahsiniyyat bertujuan demi kesempurnaan pemeliharaan lima unsur pokok
Maqashid al-Syari’ah.
Mohon kritik dan saran
untuk membangun suatu pembelajaran kita dengan motivasi-motivasi dengan
membangun lebih baik lagi.sekian dari makalah kami terimakksasih
Kekurangan datang dari
kami , kelebihan datang dari Allah.
B.KRITIK
C.SARAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar