Minggu, 19 Mei 2013

MAKALA USUL FIQH MAQOSSID AL-SYARIAH YUSMIDAR RITONGA


MAKALAH USHUL FIQH
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Nama: Yusmidar Ritonga
M.K: USHUL FIQH
JUR: M.P.I (1)


                                        

 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS IAIN SUMATRA UTARA MEDAN
T.A 2012/2013.
KATA PENGANTAR
      Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarrokatu...
Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan serta keringanan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini, dan shalawat beriring salam kita ucapkan kepada RASULULLAH SAW.dan keluarganya para sahabat serta semua umatnya.
       Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah USHUL FIQH. Semoga makalah ini bisa memberikan makna dan manfaat untuk kita semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karna kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT  Semata. Untuk itu Penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari dosen dan dari saudara-saudara sekalian. Yang menurut penulis sangat berarti untuk kesempurnaan makalah ini dan semoga makalah ini dapat menjadi pembelajaran untuk kita semua. Amin ya robbal alamin.
      Akhir kata Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada dosen pembingbing yang telah membantu untuk menyelesaikan makalah ini dan senantiasa Allah meridhoi segala dari usaha kita. Aminn....













DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1.
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
A.PENGERTIAN MAQASHID SYARIAH (Teori Maslahah )......................1.

BAB II PEMBAHASAN............................................................................2.
A.    Pengertian Maqossyid Syari’ah................................................................2.
B.     MUQASHID AL-SYARI’AH
 DALAM PANDANGAN AL- SYATIBI...................................................2.
C.    PEMBAGIAN MAQASHID al-SYARI’AH............................................5.
D.    CONTOH MAQOSSYID SYARI’AH.......................................................6.
E.     KANDUNGAN MAQASSYID AL-Syariah.............................................8.
BAB III
PENUTUP......................................................................................................9.
A.Keaimpulan................................................................................................9.
B.Kritik & saran............................................................................................9.
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................iii







BAB I
PENDAHULUAN

A.PENGERTIAN MAQASHID SYARIAH (Teori Maslahah )
PENDAHULUAN
    Islam adalah ajaran yang sumbernya dari Tuhan, shalih likulli zaman wa makan, karena memang sifat dan tabiat ajaran Islam yang relevan dan realistis sepanjang sejarah peradaban dunia, kebenaran Islam sebagai sebuah aturan universal yang bisa dipakai kapan saja, dimana saja, dan dalam kondisi apa saja mulai dibukanya lembaran awal kehidupan, sampai pada episode akhir dari perjalanan panjang kehidupan ini.
    Semua hukum, baik yang berbentuk perintah maupun yang berbentuk larangan, yang terkandung dalam teks-teks syariat bukanlah sesuatu yang hampa tak bermakna. Akan tetapi semua itu mempunyai maksud dan tujuan, dimana Allah menyampaikan perintah dan larangan tertentu atas maksud dan tujuan tersebut. Oleh para ulama hal tersebut mereka istilahkan dengan Maqashid al-syariah.
RUMUSAN MASALAH
       I.            PENGERTIAN MAQASSYID AL SYARIA’AH
    II.            MUQASHID AL-SYARI’AH DALAM PANDANGAN AL- SYATIBI
 III.            PEMBAGIAN MAQASHID al-SYARI’AH
 IV.             
TUJUAN.
    Mungkin bila kita berbicara tentang Maqashid Syariah, secara otomatis pikiran kita akan tertuju kepada seorang al-Syatibi. Yang di anggap sebagai peletak dasar konsep Maqashid Syariah. Namun sebenarnya banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama, salahsatu  yang di anggap sebagai orang pertama yang berbicara tentang Maqashid ialah Abu Abdillah Muhammad bin ali yang popular dengan panggilan al-Turmudzi al- Hakim,Meskipun demikian dalam makalah ini tidak begitu mempersoalkan pada permasalahan tersebut dan lebih menitik beratkan pada urgensi dari Maqashid syariah itu sendiri
 Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat baik dunia maupun akherat kelak dan dapat di gunakan sebagaimana mestinya.Dengan tujuan kita mengetahaui ketetapa hukum yang terdapat pada alQur’an as-sunnah serta kasus-kasus pada saat ini untuk dibahas.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Maqashid Al-Syari’ah
Maqashid Al-Syari’ah Secara etimologi(bahasa)  adalah
المعانى التى شرعت لها الاحكامsuatu kandungan nilai yang menjadi tujuan pemberlakuan suatu hukum”.
B.MUQASHID AL-SYARI’AH DALAM PANDANGAN AL- SYATIBI.
1.      Pengertian  dasar Maqashid AL-Syari’ah.
Islam sebagai agama samawi, memiliki kitab suci, al-Qur’an sebagai sumber utama, al-Qur’an mengandung berbagai ajaran. Dikalangan ulama ada yang membagi kandungan al-Qur’an kepada 3 kelompok besar yaitu:aqidah, khuluqiyyah, dan amalia.(Aqidah) berkaitan dengan dasar-dasar keimanan.(Khuluqiyyah) berkaitan dengan etika dan ahklaq.(Amalia) berkaitan dengan apek-aspek hukum yang muncul dari aqwal(ungkapan-ungkapan), dan af’al(atau perbuatan-perbuatan manusia). [1]
Sebagai sumber ajaran al’quran tidak memuat pengaturan-pengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamallah. Dari 6360 ayat, al’quran hanya terdapat 368 ayat yang berkaitan dengan aspek-aspek hukum. [2]
Secara (lughawi) bahasa maqashid al syari’ah terdiri dari 2 kata yaitu maqashid dan syaria’ah,maqoshid adalah bentuk jama’ dari maqoshid yang berarti kesengajaan atau tujuan. Syariah secara bahasa berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini dapat di katakan sebagai jalan ke arah sumber pokok kehidupan. [3]
Sebelun kita melangkah kepada pengertian istilah maqoshid al syariah, terlebih dahulu kita jelaskan pengertian istilah syariah secara terpisah.dalam literatur hukum islam dapat ditemukan pendapat-pendapat ulama tentang syariah ini.





Dalam periode-periode awal, syariah merupakan al-nusus al-muqoddasah dari al-qur’an dan al-sunnah yang mutawatir yang sama sekali belum dicampuri oleh pemikiran manusia. Dalam wujud seperti ini syariah disebut al-tariqah al- mustaqimah. Muatan syariah dalam arti ini mencakup akidah, ‘amaliyah, dan khuluqiyyah. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Tuhan antara lain al-Jasiyah ayat 18 yang berbunyi:”Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu.
Apabila kita teliti arti syariah secara bahasa di atas dapat kita katakan bahwa terdapat keterkaitan kandungan makna antara syariah dan air dalam arti ketekaitan antara cara dan tujuan. Sesuatu yang hendak di tuju tentu merupakan sesuatu yang amat penting. Syariah adalah cara atau jalan.
       Air adalah suatu yang hendak dituju. Pengaitan syariat dengan air dalam arti bahasa ini tampaknya dimaksudkan untuk memberikan penekanan pentingnya syariat dalam memperoleh sesuatu yang penting yang di simbolkan dengan air. Penyimbolan ini cukup tepat karena air merupakan unsur yang terpenting dalam kehidupan. .    Jadi, dari defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan maqashid al-syari`ah adalah tujuan segala ketentuan Allah yang disyariatkan kepada umat manusia.
    Istilah maqashid al-syari`ah dipopulerkan oleh Abu Ishak Asy-Syatibi yang tertuang dalam karyanya Muwaffaqat sebagaimana dalam ungkapannya adalah :
هذه الشريعة وضعت لتحقيق مقاصده الشارع قيام مصالح في الدين والدنيامعا
Sesungguhnya syariat itu diturunkan untuk merealisasikan maksud Allah dalam mewujudkan kemashlahatan diniyah dan duniawiyah secara bersama-sama”.
2.Argumentasi atau Dasar Hokum dari Maqashid al-Syari`ah
Di dalam al-Quran salah satu ayat yang menyatakan bahwa hukum Islam itu diturunkan mempunyai tujuan kemaslahatan bagi manusia.
Sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah memimpin orang-orang yang mengikuti keridhoan-Nya ke jalan keselamatan dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinnya dan memimpin mereka ke jalan yang lurus. (Q.S. Al-Maidah : 15-16) .


Para ulama fikih dan ushul fikih sepakat bahwa hukum diturunkan untuk kemaslahatan manusia di dunia maupun akhirat. Namun para ulama kalam dalam menanggapi masalah menta`lilkan hukum dengan maslahah – walaupun mereka mangakui bahwa hukum Islam mengandung maslahat – mempunyai tiga pendapat  :
A.Pendapat pertama :
Bahwa hukum syara` tidak boleh dita`lilkan dengan maslahah. Jelasnya mungkin Allah mensyariatkan hukum yang tidak mengandung maslahah. Demikianlah pendapat golongan Asy`ariah dan Zahiriah, walaupun mereka mengakui segala hukum syara` disyariatkan untuk kemaslahatan manusia itu.
B.Pendapat kedua :
Maslahah itu dapat dijadikan illat sebagai hukum suatu tanda saja bagi hukum, bukan sebagai suatu penggerak yang menggerakkan Allah menetapkan suatu hukum itu. Demikianlah pendapat sebagian ulama Syafi`iyah dan Hambaliyah.
C.Pendapat ketiga :
Segala hukum Allah dita`lilkan dengan masalah karena Allah telah berjanji sedemikian dan karena Allah Tuhan yang senantiasa mencurahkan Rahmat atas hambanya, menolak daripada mereka kesempitan dan kebinasaan. Pendapat ketiga ini adalah pendapat golongan Mu`tazilah, Maturidiah, sebagian ulama Hambaliah dan semua ulama Malikiah.
Sesungguhnya perbedaan faham ini hanyalah pada teori saja, tapi dalam praktek semua mereka sepakat menetapkan bahwasanya segala hukum syara` adalah wadah kemaslahatan yang hakiki dan tidak ada suatu hukum yang tidak mengandung kemaslahatan.








C.PEMBAGIAN MAQASHID al-SYARI’AH.Pembagian  Maqâshid al-Syarî’ah
          Maqâshid al-syarî’ah memiliki kategori dan peringkat yang tidak sama.
 Al-Syâthibiy membagi maqâshid ke dalam tiga kategori, yakni dlarûriyyah, hâjiyyah, dan tahsîniyyah.
Pengkategorian maqâshid tersebut didasarkan pada seberapa besar peran dan fungsi suatu mashlahah bagi kehidupan makhluk. Jika suatu bentuk mashlahah memiliki fungsi yang sangat besar bagi makhluk, yang mana jika bentuk mashlahah tersebut tidak terpenuhi maka kemaslahatan makhluk di dunia tidak dapat berjalan stabil (lam tajri mashâlih al-dunyâ ’alâ istiqâmah) atau terjadi ketimpangan dan ketidakadilan yang mengakibatkan ambruknya tatanan sosial (ikhtilâl al-nidhâm fî al-ummah) dan kemaslahatan di akhirat –yakni keselamatan dari siksa neraka– tidak tercapai, maka tujuan tersebut masuk dalam kategori maqâshid dlarûriyyah.
1. Maqashid al-Dharuriyyat
Maqashid al-Dharuriyyat adalah sesuatu yang harus ada demi keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia (primer), bila hal ini tidak terpenuhi maka akan berakibat kelabilan bagi kehidupan seorang manusia. Maqashid al-Dharuriyyat meliputi kelima indikator pokok (hizhfu al-din, hizhfu al-nafs, hizhfu al-nusl, hizhfu al-maal, hizhfu al-aqli ) sebagai syarat terciptanya kemaslahatan hidup dan kehidupan seseorang manusia. Model operasional Maqashid al-Dharuriyyat diaplikasikan ke dalam kehidupan manusia secara tertib sesuai dengan stratafikasi urutannya.
Terdapat dua metode guna menjaga keberlangsungan Maqashid al-Dharuriyyat, yaitu: (1) Perspektif adanya (min naniyyati al-wujud), yaitu dengan cara menjaga serta memelihara berbagai hal guna dapat melestarikan keberadaanya. (2) Perspektif tidak adanya (min naniyyati al-adam), yaitu dengan cara mencegah berbagai hal yang menyebabkan ketiadaannya.

2.Maqashid al-Hajiyyat
Maqashid al-Hajiyyat adalah upaya-upaya lanjutan dari Maqashid al-Dharuriyyat dengan menjadikannya lebih baik lagi (sekunder), intinya adalah guna menghilangkan kesulitan pasca terpenuhinya Maqashid al-Dharuriyyat. Ketiadaan Maqashid al-Hajiyyat tidak akan mengancam eksistensi lima indikator pokok Maqashid al-Syari’ah, namun saja akan berpotensi menimbulkan kesukaran dan kerepotan di dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini dapat mengangkat term rukhshah, contohnya adalah menjamak dan mengqashar shalat bagi musafir.

3.Maqashid al-Tahsiniyyat
Maqashid al-Tahsiniyyat bertujuan demi kesempurnaan pemeliharaan lima unsur pokok Maqashid al-Syari’ah. Manifestasinya adalah berupa kebutuhan penunjang peningkatan martabat seseorang sesuai dengan derajatnya baik dalam kehidupan masyarakat maupun di hadapan Allah SWT. ari’ah Menur ut Imam Al-Syathibi.



D.CONTOH MAQOSHID
 Maqâshid dlarûriyyah meliputi pemeliharaan terhadap agama (dîn), jiwa (nafs), akal (’aql), keturunan (nasab), dan harta (mâl).
Ø  Memelihara Agama (hifzh al-din)
Memelihara agama, berdasarkan kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat :
v Memelihara agama dalam tingkat dharuriyah yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk dalam peringkat primer, seperti melaksanakan shalat lima waktu. Kalau shalat itu diabaikan, maka akan terancamlah eksistensi agama;
v  Memelihara agama dalam peringkat hajiyah yaitu melaksanakan ketentuan agama, dengan maksud menghidari kesulitan, seperti shalat jama dan qasar bagi orang yang sedang bepergian. Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak mengancam eksistensi agama, melainkan hanya kita mempersulit bagi orang yang melakukannya.
v Memelihara agama dalam tingkat tahsiniyah yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban kepada Tuhan, misalnya membersihkan badan, pakaian dan tempat .

Ø  Memelihara jiwa (hifzh an-nafs)
Memihara jiwa berdasarkan tingkat kepentingannya dibedakan menjadi tiga peringkat
v Memelihara jiwa dalam tingkat dharuriyah seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup.
v  Memelihara jiwa dalam tingkat hajiyat, seperti dibolehkannya berburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal, kalau ini diabaikan maka tidak mengancam eksistensi kehidupan manusia, melainkan hanya mempersulit hidupnya.
v Memelihara jiwa dalam tingkat tahsiniyat seperti ditetapkan tata cara makan dan minum .
Ø  Memelihara akal, (hifzh al-`aql)
Memelihara akal dari segi kepentingannya dibedakan menjadi 3 tingkat :
v Memelihara akaldalam tingkat dharuriyah seperti diharamkan meminum minuman keras karena berakibat terancamnya eksistensi akal.
v  Memelihara akal dalam tingkat hajiyat, seperti dianjurkan menuntut ilmu pengetahuan.
v Memelihara akal dalam tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari menghayal dan mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah.

Ø  Memelihara keturunan (hifzh an-nasb)
Memelihara keturunan dari segi tingkat kebutuhannya dibedakan menjadi tiga
v Memelihara keturunan dalam tingkat dharuriyah seperti disyariatkan nikah dan dilarang berzina.
v Memelihara keturunan dalam tingkat hajiyat, seperti ditetapkannya ketentuan menyebutkan mahar pada waktu akad nikah.
v Memelihara keturunan dalam tingkat tahsiniyat seperti disyaratkannya khitbah dan walimah dalam perkawinan.
Ø  Memelihara harta. (hifzh al-mal)
Memelihara harta dapat dibedakan menjadi 3 tingkat :
v Memelihara harta dalam tingkat dharuriyah seperti syariat tentang tata cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang dengan cara yang tidak sah.
v Memelihara harta dalam tingkat hajiyat, seperti syariat tentang jual beli tentang jual beli salam.
v Memelihara harta dalam tingkat tahsiniyat seperti ketentuan menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan.



D.Kandungan Maqashid Syariah
4.Peranan Maqashid al-Syari`ah Dalam Pengembangan Hukum saat ini
Pengetahuan tentang maqashid al-syari`ah seperti yang ditegaskan Abdul Wahab al-Khallaf adalah berperan sebagai alat Bantu untuk memahami redaksi al-qur`an dan sunnah, menyelesaikan dalil- dalil yang bertentangan, dan yang sangat penting lagi adalah untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalam al-qur`an dan sunnah secara kajian kebahasaan .
Metode istinbat seperti qiyas, istihsan, dan maslahah al-mursalah adalah metode-metode pengembangan hukum Islam yang didasarkan atas maqashid al- syariah . qiyas misalnya baru bisa dilaksanakan  bila mana dapat ditemukan maqashid al-syari`ahnya yang merupakan alasan logis dari suatu hukum. Sebagai contoh kasus diharamkannya khamar dari hasil penelitian ulama ditemukan bahwa maqashid al-syari`ah diharamkannya khamar adalah karena sifa memabukkannya yang merusak akal. Dengan demikian yang menjadi alasan logis dari diharamkannya khamar adalah sifat memabukkannya, sedangkan khamar itu sendiri adalah salah satu contoh dari yang memabukkan.














BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
      Maqassyid adalah suatu kandungan nilai yang menjadi tujuan pemberlakuan suatu hukum”.yang dimaksud dengan maqashid al-syari`ah adalah tujuan segala ketentuan Allah yang disyariatkan kepada umat manusia.
     Al-Syâthibiy membagi maqâshid ke dalam tiga kategori, yakni dlarûriyyah, hâjiyyah, dan tahsîniyyah.
v Maqâshid dlarûriyyah meliputi pemeliharaan terhadap agama (dîn), jiwa (nafs), akal (’aql), keturunan (nasab), dan harta (mâl). Maqashid al-Dharuriyyat adalah sesuatu yang harus ada demi keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia (primer), bila hal ini tidak terpenuhi maka akan berakibat kelabilan bagi kehidupan seorang manusia. Maqashid al-Dharuriyyat meliputi kelima indikator pokok (hizhfu al-din, hizhfu al-nafs, hizhfu al-nusl, hizhfu al-maal, hizhfu al-aqli )
v Maqashid al-Hajiyyat adalah upaya-upaya lanjutan dari Maqashid al-Dharuriyyat dengan menjadikannya lebih baik lagi (sekunder), intinya adalah guna menghilangkan kesulitan pasca terpenuhinya Maqashid al-Dharuriyyat.
v Maqashid al-Tahsiniyyat bertujuan demi kesempurnaan pemeliharaan lima unsur pokok Maqashid al-Syari’ah.

Mohon kritik dan saran untuk membangun suatu pembelajaran kita dengan motivasi-motivasi dengan membangun lebih baik lagi.sekian dari makalah kami terimakksasih
Kekurangan datang dari kami , kelebihan datang dari Allah.

B.KRITIK
C.SARAN


[1] Abd.al-Wahab Khalafaf. Ilm Ushul Fiqh(kairo: dar al-Kuwaitiyyah,(1968) hal 32.
[2] Harum Nasution, islam Ditinjau dari Berbagai aspeknya,(jakarta UI Press, 1984), hal 7.

[3] Lihat Hans Wehr, A dictionary of Modern Written Arabic, J Milton Cowan.london: Mac Donald.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar